A.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DALAM PEMBELAJARAN IPA
Pembelajaran IPA di Sekolah merupakan interaksi antara siswa
dengan lingkungan sekitanya. Hal ini mengakibatkan pembelajaran IPA perlu
mengutamakan peran siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Sehingga pembelajaran
yang terjadi adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa dan guru sebagai
fasilitator dalam pembelajaran tersebut. Guru berkewajiban
untuk meningkatkan pengalaman belajar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran
IPA. Tujuan ini tidak terlepas dari hakikat IPA sebagai produk, proses dan
sikap ilmiah. Oleh sebab itu, pembelajaran IPA perlu menerapkan prinsip-prinsip
pembelajaran yang tepat.
Asy’ari, Muslicah (2006:25) memaparkan beberapa prinsip
pembelajaran IPA di SD sebagai berikut.
a. Empat Pilar
Pendidikan Global, yang meliputi learning
to know, learning to do, learning to be, learning to live together. Learning
to know, artinya dengan meningkatkan interaksi siswa dengan lingkungan
fisik dan sosialnya diharapkan siswa mampu membangun pemahaman dan pengetahuan
tentang alam sekitarnya. Learning to do, artinya pembelajaran
IPA tidak hanya menjadikan siswa sebagai pendengar melainkan siswa diberdayakan
agar mau dan mampu untuk memperkaya pengalaman belajarnya. Learning to be, artinya
dari hasil interaksi dengan lingkungan siswa diharapkan dapat membangun rasa
percaya diri yang pada akhirnya membentuk jati dirinya. Learning to live together,
artinya dengan adanya kesempatan berinteraksi dengan berbagai individu akan
membangun pemahaman sikap positif dan toleransi terhadap kemajemukan dalam
kehidupan bersama.
b. Prinsip Inkuiri, prinsip ini perlu diterapkan dalam
pembelajaran IPA karena pada dasarnya anak memiliki rasa ingin tahu yang besar,
sedang alam sekitar penuh dengan fakta atau fenomena yang dapat merangsang
siswa ingin tahu lebih banyak. Masnur Muslichah, dalam Istiqomah, Lailatul
(2009:32) berpendapat bahwa inquiri diawali dari pengamatan terhadap fenomena,
dilanjutkan dengan kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh
sendiri oleh siswa. Dengan demikian, pengetahuan dan ketrampilan yang diperolah
siswa tidak dari hasil mengingat seperangkat fakta, tetapi hasil menemukan
sendiri dari fakta yang dihadapinya. Beberapa komponen inqiuri yang terdapat
dalam pembelajaran antara lain: (a) pengetahuan dan ketrampilan akan lebih lama
diingat apabila siswa menemukan sendiri, (b) informasi yang diperoleh siswa
akan lebih mantap apabila diikuti dengan bukti-bukti atau data yang ditemukan
sendiri oleh siswa, dan (c) siklus inquiri adalah observasi, bertanya,
mengajukan dugaan, pengumpulan data dan penyimpulan.
c. Prinsip Konstruktivisme. Dalam pembelajaran IPA sebaiknya guru
dalam mengajar tidak memindahkan pengetahuan kepada siswa. Melainkan perlu
dibangun oleh siswa dengan cara mengkaitkan pengetahuan awal yang mereka miliki
dengan struktur kognitifnya.
d. Prinsip Salingtemas (sains, lingkungan, teknologi,
masyarakat). IPA memiliki prinsip-prinsip yang dibutuhkan untuk
pengembangan teknologi. Sedang perkembangan teknologi akan memacu penemuan
prinsip-prinsip IPA yang baru.
e. Prinsip Pemecahan Masalah. Pada dasarnya dalam kehidupan sehari-hari
manusia selalu berhadapan dengan berbagai macam masalah. Disisi lain, salah
satu alat ukur kecerdasan siswa banyak ditentukan oleh kemampuannya memecahkan
masalah. Oleh karena itu, pembelajaran IPA perlu menerapkan prinsip ini agar
siswa terlatih untuk menyelesaikan suatu masalah.
f. Prinsip Pembelajaran
Bermuatan Nilai. Masyarakat dan lingkungan sekitar memiliki nilai-nilai yang
terpelihara dan perlu dihargai. Oleh karena itu, pembelajaran IPA perlu
dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan atau
kontradiksi dengan nilai-nilai yang diperjuangkan masyarakat sekitar.
g. Prinsip Pakem (pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan
menyenangkan). Prinsip ini pada dasarnya merupakan prinsip pembelajaran
yang berorientasi pada siswa aktif untuk melakukan kegiatan baik aktif berfikir
maupun kegiatan yang bersifat motorik.
Ketujuh prinsip itu
perlu dikembangkan dalam pembelajaran IPA yang kontekstual di SD. Hal ini
bertujuan agar pembelajaran IPA lebih bermakna dan menyenangkan
bagi siswa, sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa maksimal.
2. FAKTOR KEBERHASILAN PEMBELAJARAN IPA
Berdasarkan prinsip pembelajaran IPA yang telah disebutkan di
atas, maka terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses kegiatan
belajar mengajar materi IPA di Sekolah. Faktor tersebut merupakan suatu
hal yang mendasari pelaksanaan pembelajaran di sekolah agar dapat dilaksanakan
secara maksimal dan berkebutuhan melalui proses penanaman konsep dan cara
berpikir sesuai dengan keterampilan proses sains dan nilai-nilai IPA, sehingga
lebih bisa diterapkan dan diterima oleh siswa. Pemahaman yang baik berdasarkan
tujuan pembelajaran lebih bisa direncanakan dengan memperhatikan faktor-faktor
penyedia sekaligus pendukung lancarnya kegiatan pembelajaran IPA di sekolah. Menurut Purwanto (1996: 107), hasil belajar yang dicapai
peserta didik dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor dari dalam diri
peserta didik dan faktor yang datang dari luar diri peserta didik. Faktor dalam
yaitu faktor fisiologi yang terdiri dari kondisi fisik dan kondisi panca
indera, dan faktor psikiologi yang terdiri dari bakat, minat, kecerdasan,
motivasi, dan kemampuan kognitif. Faktor luar yaitu dari lingkungan baik alam
maupun sosial, dan instrumental yang terdiri atas kurikulum/ bahan ajar, guru,
sarana dan fasilitas, serta administrasi/ manajemen.
Peranan guru
dalam menentukan keberhasilan belajar siswa, khususnya pada pembelajarana IPA
di sekolah hasuslah mempunyai peranan yang baik dan berpengaruh kepada pola
prilaku siswa, hal ini dapat dilihat melalui karakteristik siswa berdasarkan
jenjang pendidikannya salah satunya karakteristik siswa usia SD.
a.
Usia anak SD
berkisar antara 7 tahun sampai dengan 11 tahun. Menurut Piaget perkembangan
anak usia SD tersebut termasuk dalam katagori operasional konkrit.
b.
Pada usia
operasional konkrit dicirikan dengan sistem pemikiran yang
didasarkan pada aturan tertentu yang logis, hal tersebut dapat diterapkan dalam
memecahkan persoalan-persoalan konkrit yang dihadapi.
c.
Anak
operasional konkrit sangat membutuhkan benda-benda konkrit untuk
menolong pengembangan intelektualnya.
d.
Anak SD sudah
mampu memahami tertang penggabungan (penambahan atau pengurangan),
mampu mengurutkan, misalnya mengurutkan dari yang kecil sampai yang
besar, yang pendek sampai yang panjang.
e.
Anak SD juga
sudah mampu menggolongkan atau mengklasifikasikan berdasarkan bentuk luarnya
saja, misalkan menggolongkan berdasarkan warna, bentuk persegi atau bulat, dan
sebagainya.
f.
Pada akhir
operasional konkret mereka dapat meahami tentang pembagian, mampu menganalisis
dan melakukan sintesis sederhana.
Dengan memperhatikan kondisi atau karakteristik siswa
di atas, maka tentu sebagai seorang pendidik yang prosfesional harus dapat
menciptakan suasana atau pengalaman belajar IPA yang menyenangkan bagi siswa.
Sehingga, berdasarkan kondisi demikian maka guru dalam melaksanakan
pembelajaran IPA di sekolah perlu memperhatikan faktor-faktor,
adalah sebagai berikut:
1.
Lingkungan
belajar yang mendukung dan produktif.
Lingkungan belajar yang mencerminkan prinsip ini
adalah jika guru dapat membangun hubungan yang positif dengan setiap siswa, guru
mengenal dan menghargai mereka satu per satu. Guru juga membangun budaya saling
menghargai dan saling menghormati antar siswa baik secara individual maupun
kelompok. Guru menggunakan berbagai strategi untuk meningkatkan keyakinan
kepada diri sendiri dan kesediaan mengambil resiko dalam belajar. Dan,
terakhir, guru perlu menunjukkan rasa aman pada setiap siswa secara individual
melalui dukungan yang terstruktur, penghargaan pada
usaha siswa serta yang dikerjakannya. Salah satu yang paling mungkin
guru laksanakan adalah pada setiap proses pembelajaran guru mulai dengan
mengapresiasi konsepsi siswa tentang konsep-konsep IPA yang akan dipelajari
pada pertemuan itu.
2.
Lingkungan
belajar yang menumbuhkan peningkatan kemandirian, kolaboratif,
dan motivasi diri.
Dalam lingkungan semacam ini, guru mendorong dan
mendukung agar setiap siswa bertanggung jawab atas belajar mereka
masing-masing. Keberhasilan belajar di tangan para siswa sendiri, sebaiknya
ditanamkan. Guru juga membangun berbagai strategi yang dapat menumuhkan
keterampilan kolaborasi yang produktif.
3.
Kebutuhan
siswa, perspektif siswa, minat siswa tercermin dalam program belajar.
Lingkungan belajar yang seperti ini tercermin pada
diri guru, sebagai guru yang menggunakan berbagai strategi yang fleksibel dan
responsive terhadap tata nilai, kebutuhan dan minat siswa secara individual. Guru
juga mempergunakan berbagai strategi yang mendukung berbagai cara berpikir dan
cara belajar siswa. Dan pembelajaran guru didasarkan pada pengalaman serta
pengetahuan awal siswa.
4.
Siswa
ditantang dan didukung agar mengembangkan kemampuan berpikir kritis.
Lingkungan belajar seperti ini dapat terjadi jika
guru dapat merancang dan mengimplementsikan suatu kegiatan yang menumbuhkan
belajar yang berkelanjutan, melalui penekanan hubungan antar gagasan dan
konsep, serta menumbuhkan ketrampilan investigasi dan penyelesaian masalah.
5.
Asesmen
merupakan bagian integral dari pembelajaran
Lingkungan belajar seperti ini tercermin pada asesmen
yang guru buat yang dapat mencakup berbagai macam aspek dari belajar. Misalnya, dalam bentuk porto folio. Guru juga
mengembangkan asesmen dengan kriteria yang jelas serta terbuka/transparan.
Jangan lupa asesmen seperti ini mesti mendorong siswa untuk melakukan refleksi
dan evaluasi diri. Sebaiknya, soal-soal tes baik formatif maupun sumatif bukan
menggunakan bahasa teks dari buku ajar.
3.
MENINGKATKAN PERAN SERTA ORANG TUA SISWA DALAM
PEMBELAJARAN IPA.
Pembelajaran
IPA di sekolah mempunyai cara tersendiri dan berbeda dibandingkan dengan mata
pelajaran lain. IPA labih dekat dengan alam dan mempunyai landasan yang erat
kaitannya dengan kehidupan keseharian yang memperlukan penemuan dan secara
proses terjadinya dapat dilakukan oelh manusia melalui serangkaian uji coba dan
penelitian.
Pembelajaran
IPA dikatakan ideal manakala dilalkukan tidak hanya di dalam kelas, namun
sebaga sumber belajar termasuk lingkungan sekitar seperti halaman, kebun, sawah
bahkan tempat rekreasi alami bisa menjadi bahan pembelajaran yang bermakna bagi
siswa. Untuk itu seorang guru perlu memiliki jalinan yang kuat dengan orang tua
siswa, hal ini diperluakan mengingat banyak kegiatan diluar yang membutuhakan
perhatian dan tentunya menghindari kesalahpahaman orang tua mengenai praktik
pembelajaran yang membutuhkan pengawasan ekstra karena dilakukan diluar
lingkungan kelas atau sekolah. Misalnya guru bersama siswa mengadakan
pengamatan hewan dan tumbuhan di sebuah kebun atau areal sawah, mengingat
jumlah siswa banyak maka orang tua yang melihat anaknya bermain di areal sawah
menjadi keberatan karena anaknya tidak boleh terkena kotoran dan lainya, lain
halnya jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, misalnya siswa digigit lebah,
tergores benda tajam, dan terpeleset ke sawah.
Kegiatan
semacam ini apabila guru tidak bisa menjalin komunikasi dengan baik terhadap
orang tua siswa maka akan menjadi sebuah masalah. Kemudian, beberapa tugas
rumah misalkan menanam tumbuhan berbiji, mencangkok dll. Serta kegiatan
praktikum dan masing-masing siswa diberikan tugas untuk membawa peralatan atau
sesuai dengan perintah guru. Jika hal ini tidak didukung oleh orang tua siswa,
maka orang tua akan menanyakan untuk apa dan hal itu dianggap terlalu
merepotkan siswa, apalagi ada salah satu dari orang tua siswa yang super sibuk
dan kurang sempat menangani hal-hal demikian terhadap anaknya.
Guru IPA
yang baik tentunya menghargai adanya orang tua karena fungsi pengawasan dan
kontrol sama-sama dilakukan oleh guru dan juga orang tua, sehingga kegaitan
pembelajaran IPA dapat berjalan dengan baik.
4.
PENGGUNAAN MEDIA, MODEL SERTA METODE PEMBELAJARAN
YANG TEPAT.
a.
Media Pembelajaran
Media pembelajaran secara umum adalah alat bantu proses belajar mengajar. Segala sesuatu yang dapat
dipergunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan atau
ketrampilan pebelajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar.
Batasan ini cukup luas dan mendalam mencakup pengertian sumber, lingkungan,
manusia dan metode yang dimanfaatkan untuk tujuan pembelajaran / pelatihan.
Sedangkan
menurut Briggs (1977) media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan
isi/materi pembelajaran seperti : buku, film, video dan sebagainya. Kemudian
menurut National Education Associaton(1969) mengungkapkan
bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk
cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras.
Ada
beberapa jenis media pembelajaran, diantaranya :
1. Media Visual : Grafik, diagram, chart, bagan,
poster, kartun, komik
2. Media Audial : Radio, tape recorder,
laboratorium bahasa, dan sejenisnya
3. Projected still media : Slide; over head projektor
(OHP), in focus dan sejenisnya
4. Projected motion media : Film, televisi, video (VCD,
DVD, VTR), komputer dan sejenisnya.
Model pembelajaran diartikan sebagai prosedur sistematis
dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dapat
juga diartikan suatu pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
Jadi, sebenarnya model pembelajaran memiliki arti yang sama dengan pendekatan, strategi atau metode pembelajaran. Saat ini telah banyak dikembangkan berbagai macam model pembelajaran, dari yang sederhana
sampai model yang agak kompleks dan rumit karena memerlukan banyak alat bantu
dalam penerapannya.
Ciri-ciri Model Pembelajaran
1. Rasional teoritik yang logis
yangdisusun oleh para pencipta atau pengembangnya.
2. Landasan pemikiran tentang apa dan
bagaimana siswa belajar.
3. Tingkah laku mengajar yang
diperlukanagar model tersebut dapat dilaksanakandengan berhasil.
4. Lingkungan belajar yang duperlukanagar
tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Sedangkan model pembelajaran menurut Kardi dan Nur ada lima model pemblajaran yang dapat digunakan dalam mengelola
pembelajaran, yaitu: pembelajaran langsung; pembelajaran kooperatif;
pembelajaran berdasarkan masalah; diskusi; dan learning strategi.
Memilih Model Pembelajaran Yang Baik
Sebagai seorang guru harus mampu memilih model pembelajaran yang
tepat bagi
peserta didik. Karena itu dalam memilih model pembelajaran, guru harus
memperhatikan keadaan atau kondisi siswa, bahan pelajaran serta sumber-sumber
belajar yang ada agar penggunaan model pembelajaran dapat
diterapkan secara efektif dan menunjang keberhasilan belajar siswa.
Seorang guru diharapkan memiliki motivasi dan semangat pembaharuan dalam proses
pembelajaran yang dijalaninya. Menurut Sardiman A. M. (2004 : 165), guru yang
kompeten adalah guru yang mampu mengelola program belajar-mengajar. Mengelola
di sini memiliki arti yang luas yang menyangkut bagaimana seorang guru mampu
menguasai keterampilan dasar mengajar, seperti membuka dan menutup pelajaran,
menjelaskan, menvariasi media, bertanya, memberi penguatan, dan sebagainya,
juga bagaimana guru menerapkan strategi, teori belajar dan
pembelajaran, dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
Pendapat serupa dikemukakan oleh Colin Marsh (1996 : 10) yang
menyatakan bahwa guru harus memiliki kompetensi mengajar, memotivasi peserta didik, membuat model instruksional, mengelola
kelas, berkomunikasi, merencanakan pembelajaran, dan mengevaluasi.
Semua kompetensi tersebut mendukung keberhasilan guru dalam mengajar.
Setiap guru harus memiliki kompetensi adaptif terhadap setiap perkembangan ilmu
pengetahuan dan kemajuan di bidang pendidikan, baik yang menyangkut perbaikan kualitas pembelajaran maupun
segala hal yang berkaitan dengan peningkatan prestasi
belajar peserta didiknya.
c.
Macam-macam metode pembelajaran
Proses belajar-mengajar yang baik, hendaknya
mempergunakan berbagai jenis metode pembelajaran secara bergantian atau saling
bahu membahu satu sama lain. Masing-masing metode ada kelemahan dan
kelebihannya. Tugas guru ialah memilih berbagai metode yang tepat untuk
menciptakan proses belajar-mengajar. Menurut Djamarah (2002:93-110) macam-macam
metode pembelajaran adalah sebagai berikut :
a. Metode Proyek
Metode
proyek adalah cara penyajian pelajaran yang bertitik tolak pada suatu masalah,
kemudian dibahas dari berbagai segi pemecahannya secara keseluruhan dan
bermakna. Penggunaan metode ini bertitik tolak dari anggapan bahwa pemecahan
masalah perlu melibatkan bukan hanya satu mata pelajaran, melainkan hendaknya
melibatkan berbagai mata pelajaran yang ada kaitannya dengan pemecahan masalah
tersebut.
b. Metode
eksperimen
Metode eksperimen (percobaan) adalah cara penyajian
pelajaran, dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan
sendiri sesuatu yang dipelajari. Siswa dituntut untuk mengalami sendiri,
mencari kebenaran atau mencoba mencari suatu hukum atau dalil dan menarik
kesimpulan atau proses yang dialaminya itu.
c. Metode
tugas atau resitasi
Metode
resitasi (penugasan) adalah metode penyajian bahan pelajaran dimana guru
memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Metode ini
diberikan karena materi pelajaran banyak sementara waktu sedikit. Agar materei
pelajaran selesai sesuai dengan waktu yang ditentukan, maka metode inilah yang
biasanya digunakan oleh guru. Tugas ini biasanya bisa dilaksanakan di rumah, di
sekolah, di perpustakaan,dan di tempat lainnya. Tugas dan resitasi merangsang
anak untuk aktif belajar, baik individu maupun kelompok, tugas yang diberikan
sangat banyak macamnya tergantung dari tujuan yang hendak dicapai.
d. Metode
diskusi
Metode
diskusi adalah cara penyajian pelajaran, dimana siswa-siswa dihadapkan pada
suatu masalah yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan secara
bersama. Teknik diskusi adalah salah satu teknik belajar mengajar yang
dilakukan oleh seorang guru di sekolah. Dalam diskusi terjadi interaks, tukar
menukar pengalaman, informasi, memecahkan masalah dan siswa menjadi aktif.
e. Metode
sosiodrama
Metode
sosiodrama dan role playing dapat dikatakan sama dalam pemakaiannya sering
disilihgantikan. Sosiodrama pada dasarnya mendramatisasi tingkah laku dalam
hubungannya dengan masalah sosial.
f. Metode
demonstrasi
Metode
demonstrasi adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan memperagakan atau
mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi atau benda tertentu yang
sedang dipelajari, baik sebenarnya ataupun tiruan dengan lisan. Dengan metode
demonstrasi, proses penerimaan siswa terhadap pelajaran akan berkesan secara
mendalam sehingga membentuk pengertian dengan baik dan sempurna.
g. Metode
problem solving
Metode
problem solving bukan hanya sekedar metode mengajar, tetapi juga merupakan
suatu metode berfikir sebab dalam metode problem solving dapat menggunakan
metode-metode lainnya yang dimulai dari mencari data sampai kepada menarik
kesimpulan.
h. Metode
karya wisata
Karyawisata
dalam arti metode mengajar mempunyai arti tersendiri yang berbeda dalam arti
umum. Karyawisata di sini berarti kunjungan ke luar kelas dalam rangka belajar.
Teknik karya wiasta adalah teknik mengajar yang dilaksanakan dengan mengajar siswa
kesuatu tempat atau objek tertentu diluar sekolah untuk mempelajari atau
menyelidiki sesuatu.
i. Metode
tanya jawab
Metode
tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus
dijawab, terutama dari guru kepada siswa,tetapi dapat pula dari siswa kepada
guru. Metode tanya jawab memungkinkan terjadinya komunikasi langsung yang
bersifat dua arah sebab pada saat yang sama terjadi dialog antara guru dan
siswa.
j. Metode
latihan
Metode
latihan maerupakan suatu cara mengajar yang baik untuk menanamkan
kebiasaan-kebiasaan tertentu. Metode ini dapat juga digunakan untuk memperoleh
suatu ketangkasan, ketepatan, kesempatan dan keterampilan.
k. Metode
ceramah
Metode
ceramah adalah metode tradisional, karena sejak dulu dipergunakan sebagai alat
komunikasi lisan antara guru dengan siswa dalam proses belajar mengajar. Dalam
metode ceramah dibutuhkan keaktifan guru dalam kegiatan pengajaran. Metode ini
banyak digunakan pada pengajar yang kekurangan fasilitas.
5.
MENGHINDARI MISKONSEPSI DALAM PEMBELAJARAN IPA.
Miskonsepsi dapat membentuk
konsep awal, kesalahan hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep, gagasan
intuitif atau pandangan yang salah. Guru dalam hal ini perlu sekali memahami
secara mendalam begaimana konsep yang diajarkan kepada siswa itu akan diingat
terus oleh siswa sampai kapanpun. Hal ini menjadi suatu masalah yang jika
dibiarkan akan menjadi salah kaprah yang kesalahan tersebut diyakini sebagai
sesuatu yang dianggap benar. Novak dan Gowin (1984) menyatakan bahwa
miskonsepsi merupakan suatu interpretasi konsep-konsep dalam suatu pernyataan
yang tidak dapat diterima. Miskonsepsi merupakan penjelasan yang salah dan
suatu gagasan yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang diterima para
ahli. Secara rinci, menurut Isvasta Eka (2013) miskonsepsi dapat merupakan
pengertian yang tidak akurat tentang konsep, penggunaan konsep yang salah,
klasifikasi contoh-contoh yang salah tentang penerapan konsep, pemaknaan konsep
yang berbeda dan hubungan kierarkis konsep-konsep yang tidak benar.
Sebagai contoh miskonsepsi
sederhana adalah jika kita bertanya kepada seorang anak ketika melihat
matahari, mana yang berputar, matahari mengelilingi bumi atau bumi mengelilingi
matahari dan anak biasanya menjawab matahari mengelilingi bumi karena jika pagi
melihat di timur tapi sore terlihat di barat. Mempelajari IPA adalah
mempelajari gejala alam, dan anak sudah punya konsep awal tentang gejala awal
yang berkaitan dengan matahari, meskipun dari sudut pandang ilmiah itu keliru,
tetapi anak sudah penya konsep awal walaupun miskonsepsi.
B.
MASALAH-MASALAH DALAM PEMBELAJARAN IPA
Mata Pelajaran IPA pembelajarannya
memiliki bahasan tersendiri yang ikut andil menjadi sebuah problematika wajah
pendidikan kita. Masalah ini seolah membuka tabir sejarah pendidikan yang tak
pernah berubah seiring kemajuan dan perubahan kurikulum. Banyak permasalahan
pembelajaran IPA yang diangkat ke media, tapi pembelajaran di kelas,
tetap bertahan tanpa adanya inovasi dari guru selaku pelaku pembelajaran yang
langsung berhadapan dengan siswa.
Selain itu pemberian materi pembelajaranpun harus
diperhatikan dengan baik, sehingga kesalahan/kekurangan pada anak
terhadap penerimaan konsep. Diperlukan juga untuk memperhatikan aspek psikologi
anak yang dimulai dari pembukaan, sampai evaluasi di akhir pembelajaran pertama
ini. Pembelajaran bermakna dimana penyampaian materi dengan contoh yang
terdekat dengan anak sehingga akan lebih mudah memahami dan dirasakan lebih
bernilai, maksudnya lebih bisa berguna bukan hanya sekedar teori tapi
menyenangkan.
Media pembelajaran yang kurang memadai menjadi persoalan
lain. Misalkan untuk menjelaskan suatu konsep diluar praktikum dan observasi
jika tidak didukung media yang memadai akan mengkaburkan konsep yang
disampaikan. Jadi guru harus kreatif dan inovatif.
Berdasarkan beberapa pengamatan di kelas pada saat
pembelajaran IPA, banyak masalah yang muncul yang dialami guru,
diantaranya :
1.
Guru belum memahami konsep materi yang diajarkan.
2.
Guru kesulitan memancing minat belajar siswa
3.
Metode pembelajaran yang dipakai tidak optimal.
4.
Alat peraga tidak sesuai dengan materi yang diajarkan.
5.
Konsep yang disampaikan masih bersifat verbal.
Usaha untuk menumbuhkan motivasi dan prestasi merupakan
bagian kegiatan awal pembelajaran. Kegiatan itu perlu dirancang sebaik mungkin
guna mengkoordinasikan siswa-siswi untuk “siap” belajar, menerima pelajaran
dengan bertanya dan menggali ilmu pengetahuan yang akan dipelajari. Kegiatan
yang bisa memberikan motivasi dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai
metode dan pendekatan, misalnya metode ceramah (bercerita), peragaan,
demonstrasi, dan sosiodrama dengan bermain peran, serta metode tanya jawab.
Pada kegiatan memberikan motivasi, guru hendaknya memberikan pertanyaan awal
yang mengarahkan pada materi yang akan dibahas, sehingga muncul berbagai opini
anak tentang bebagai macam pelajaran. Hal ini penting sekali bagi siswa untuk
menghilangkan pola pembelajaran duduk, dengar, catat dan hapal (DDCH). Pola
pembelajaran DDCH punya kelemahan, yaitu :
1.
Kurangnya interaksi guru dengan siswa sehingga dapat menurunkan
motivasi belajar
2.
Tidak ada keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.
3.
Siswa kesulitan memahami konsep materi pelajaran.
4.
Ketakutan siswa pada guru
5.
Konsep yang diserap siswa masuk dalam ingatan jangka pendek
6.
Prestasi pembelajaran IPA cenderung menurun.
Untuk mengatasi problem diatas, guru dapat mengembangkan
pendekatan pembelajaran “PAIKEM” (pembelajaran aktif, inovativ, kreatif, enak,
dan menyenangkan.) Pendekatan pembelajaran PAIKEM memberikan arah baru
pada pembelajaran, yaitu :
1.
Guru dan peserta didik sama-sama aktif dan terjadi interaksi timbal
balik antar keduanya.
2.
Guru dan peserta didik dapat mengembangkan kreatifitasnya dalam
pembelajaran
3.
Peserta didik merasa senang dan nyaman dalam pembelajaran
4.
Munculnya pembahasan dalam pembelajaran di kelas.
Pembelajaran yang dilaksanakan jika ingin mencapai “Sukses”
sangat bergantung pada beberapa faktor, yaitu : guru, murid, tujuan yang akan
dicapai, penggunaan media pembelajaran, metode diterapkan dan sistem evaluasi,
pengetahuan yang tepat yang dimiliki siswa mengarahkan perhatiannya pada satu
atau dua hal tertentu dari seluruh materi yang sedang dipelajari.
C.
SUMBER
-
Colin Marsh. (1996). Handbook for beginning teachers. Sydney : Addison
Wesley Longman Australia Pry Limited.
-
Eka
Isvasta, 2013. Miskonsepsi dalam Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Yogyakarta:
Deepublish.
0 comments:
Post a Comment