Saturday, March 12, 2016

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAN MASALAH-MASALAH DALAM PEMBELAJARAN IPA

A.    FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DALAM PEMBELAJARAN IPA
Pembelajaran IPA di Sekolah merupakan interaksi antara siswa dengan lingkungan sekitanya. Hal ini mengakibatkan pembelajaran IPA perlu mengutamakan peran siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Sehingga pembelajaran yang terjadi adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa dan guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran tersebut. Guru berkewajiban untuk meningkatkan pengalaman belajar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran IPA. Tujuan ini tidak terlepas dari hakikat IPA sebagai produk, proses dan sikap ilmiah. Oleh sebab itu, pembelajaran IPA perlu menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran yang tepat.
Asy’ari, Muslicah (2006:25) memaparkan beberapa prinsip pembelajaran IPA di SD sebagai berikut.
a.     Empat Pilar Pendidikan Global, yang meliputi learning to know, learning to do, learning to be, learning to live together. Learning to know, artinya dengan meningkatkan interaksi siswa dengan lingkungan fisik dan sosialnya diharapkan siswa mampu membangun pemahaman dan pengetahuan tentang alam sekitarnya. Learning to do, artinya pembelajaran IPA tidak hanya menjadikan siswa sebagai pendengar melainkan siswa diberdayakan agar mau dan mampu untuk memperkaya pengalaman belajarnya. Learning to be, artinya dari hasil interaksi dengan lingkungan siswa diharapkan dapat membangun rasa percaya diri yang pada akhirnya membentuk jati dirinya. Learning to live together, artinya dengan adanya kesempatan berinteraksi dengan berbagai individu akan membangun pemahaman sikap positif dan toleransi terhadap kemajemukan dalam kehidupan bersama.
b.     Prinsip Inkuiri, prinsip ini perlu diterapkan dalam pembelajaran IPA karena pada dasarnya anak memiliki rasa ingin tahu yang besar, sedang alam sekitar penuh dengan fakta atau fenomena yang dapat merangsang siswa ingin tahu lebih banyak. Masnur Muslichah, dalam Istiqomah, Lailatul (2009:32) berpendapat bahwa inquiri diawali dari pengamatan terhadap fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh siswa. Dengan demikian, pengetahuan dan ketrampilan yang diperolah siswa tidak dari hasil mengingat seperangkat fakta, tetapi hasil menemukan sendiri dari fakta yang dihadapinya. Beberapa komponen inqiuri yang terdapat dalam pembelajaran antara lain: (a) pengetahuan dan ketrampilan akan lebih lama diingat apabila siswa menemukan sendiri, (b) informasi yang diperoleh siswa akan lebih mantap apabila diikuti dengan bukti-bukti atau data yang ditemukan sendiri oleh siswa, dan (c) siklus inquiri adalah observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data dan penyimpulan.
c.     Prinsip Konstruktivisme. Dalam pembelajaran IPA sebaiknya guru dalam mengajar tidak memindahkan pengetahuan kepada siswa. Melainkan perlu dibangun oleh siswa dengan cara mengkaitkan pengetahuan awal yang mereka miliki dengan struktur kognitifnya.
d.    Prinsip Salingtemas (sains, lingkungan, teknologi, masyarakat). IPA memiliki prinsip-prinsip yang dibutuhkan untuk pengembangan teknologi. Sedang perkembangan teknologi akan memacu penemuan prinsip-prinsip IPA yang baru.
e.     Prinsip Pemecahan Masalah. Pada dasarnya dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berhadapan dengan berbagai macam masalah. Disisi lain, salah satu alat ukur kecerdasan siswa banyak ditentukan oleh kemampuannya memecahkan masalah. Oleh karena itu, pembelajaran IPA perlu menerapkan prinsip ini agar siswa terlatih untuk menyelesaikan suatu masalah.
f.       Prinsip Pembelajaran Bermuatan Nilai. Masyarakat dan lingkungan sekitar memiliki nilai-nilai yang terpelihara dan perlu dihargai. Oleh karena itu, pembelajaran IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan atau kontradiksi dengan nilai-nilai yang diperjuangkan masyarakat sekitar.
g.     Prinsip Pakem (pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan). Prinsip ini pada dasarnya merupakan prinsip pembelajaran yang berorientasi pada siswa aktif untuk melakukan kegiatan baik aktif berfikir maupun kegiatan yang bersifat motorik.
Ketujuh prinsip itu perlu dikembangkan dalam pembelajaran IPA yang kontekstual di SD. Hal ini bertujuan agar pembelajaran IPA lebih bermakna dan menyenangkan bagi siswa, sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa maksimal.

2.     FAKTOR KEBERHASILAN PEMBELAJARAN IPA
Berdasarkan prinsip pembelajaran IPA yang telah disebutkan di atas, maka terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses kegiatan belajar mengajar materi IPA di Sekolah. Faktor tersebut merupakan suatu hal yang mendasari pelaksanaan pembelajaran di sekolah agar dapat dilaksanakan secara maksimal dan berkebutuhan melalui proses penanaman konsep dan cara berpikir sesuai dengan keterampilan proses sains dan nilai-nilai IPA, sehingga lebih bisa diterapkan dan diterima oleh siswa. Pemahaman yang baik berdasarkan tujuan pembelajaran lebih bisa direncanakan dengan memperhatikan faktor-faktor penyedia sekaligus pendukung lancarnya kegiatan pembelajaran IPA di sekolah. Menurut Purwanto (1996: 107), hasil belajar yang dicapai peserta didik dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor dari dalam diri peserta didik dan faktor yang datang dari luar diri peserta didik. Faktor dalam yaitu faktor fisiologi yang terdiri dari kondisi fisik dan kondisi panca indera, dan faktor psikiologi yang terdiri dari bakat, minat, kecerdasan, motivasi, dan kemampuan kognitif. Faktor luar yaitu dari lingkungan baik alam maupun sosial, dan instrumental yang terdiri atas kurikulum/ bahan ajar, guru, sarana dan fasilitas, serta administrasi/ manajemen.
Peranan guru dalam menentukan keberhasilan belajar siswa, khususnya pada pembelajarana IPA di sekolah hasuslah mempunyai peranan yang baik dan berpengaruh kepada pola prilaku siswa, hal ini dapat dilihat melalui karakteristik siswa berdasarkan jenjang pendidikannya salah satunya karakteristik siswa usia SD.
a.      Usia anak SD berkisar antara 7 tahun sampai dengan 11 tahun. Menurut Piaget perkembangan anak usia SD tersebut termasuk dalam katagori operasional konkrit.
b.      Pada usia operasional konkrit  dicirikan dengan sistem pemikiran yang didasarkan pada aturan tertentu yang logis, hal tersebut dapat diterapkan dalam memecahkan persoalan-persoalan konkrit yang dihadapi.
c.       Anak operasional konkrit  sangat membutuhkan benda-benda konkrit untuk menolong pengembangan  intelektualnya.
d.      Anak SD sudah mampu  memahami tertang penggabungan (penambahan atau pengurangan), mampu mengurutkan, misalnya mengurutkan  dari yang kecil sampai yang besar, yang pendek sampai yang panjang.
e.      Anak SD juga sudah mampu menggolongkan atau mengklasifikasikan berdasarkan bentuk luarnya saja, misalkan menggolongkan berdasarkan warna, bentuk persegi atau bulat, dan sebagainya.
f.        Pada akhir operasional konkret mereka dapat meahami tentang pembagian, mampu menganalisis dan melakukan sintesis sederhana.
Dengan memperhatikan kondisi atau karakteristik siswa di atas, maka tentu sebagai seorang pendidik yang prosfesional harus dapat menciptakan suasana atau pengalaman belajar IPA yang menyenangkan bagi siswa. Sehingga, berdasarkan kondisi demikian maka guru dalam melaksanakan pembelajaran IPA di sekolah perlu memperhatikan faktor-faktor, adalah  sebagai  berikut:
1.       Lingkungan belajar yang mendukung dan produktif.
Lingkungan belajar yang mencerminkan prinsip ini adalah jika guru dapat membangun hubungan yang positif dengan setiap siswa, guru mengenal dan menghargai mereka satu per satu. Guru juga membangun budaya saling menghargai dan saling menghormati antar siswa baik secara individual maupun kelompok. Guru menggunakan berbagai strategi untuk meningkatkan keyakinan kepada diri sendiri dan kesediaan mengambil resiko dalam belajar. Dan, terakhir, guru perlu menunjukkan rasa aman pada setiap siswa secara individual melalui dukungan yang terstruktur,    penghargaan pada usaha siswa serta  yang dikerjakannya. Salah satu yang paling mungkin guru laksanakan adalah pada setiap proses pembelajaran guru mulai dengan mengapresiasi konsepsi siswa tentang konsep-konsep IPA yang akan dipelajari pada pertemuan itu.
2.      Lingkungan belajar yang menumbuhkan peningkatan kemandirian, kolaboratif, dan  motivasi diri.
Dalam lingkungan semacam ini, guru mendorong dan mendukung agar setiap siswa bertanggung jawab atas belajar mereka masing-masing. Keberhasilan belajar di tangan para siswa sendiri, sebaiknya ditanamkan. Guru juga membangun berbagai strategi yang dapat menumuhkan keterampilan kolaborasi yang produktif.
3.      Kebutuhan siswa, perspektif siswa, minat siswa tercermin dalam program belajar.
Lingkungan belajar yang seperti ini tercermin pada diri guru, sebagai guru yang menggunakan berbagai strategi yang fleksibel dan responsive terhadap tata nilai, kebutuhan dan minat siswa secara individual. Guru juga mempergunakan berbagai strategi yang mendukung berbagai cara berpikir dan cara belajar siswa. Dan pembelajaran guru didasarkan pada pengalaman serta pengetahuan awal siswa.
4.      Siswa ditantang dan didukung agar mengembangkan kemampuan berpikir kritis.
Lingkungan belajar seperti ini dapat terjadi jika guru dapat merancang dan mengimplementsikan suatu kegiatan yang menumbuhkan belajar yang berkelanjutan, melalui penekanan hubungan antar gagasan dan konsep, serta menumbuhkan ketrampilan investigasi dan penyelesaian masalah.
5.      Asesmen merupakan bagian integral dari pembelajaran
Lingkungan belajar seperti ini tercermin pada asesmen yang guru buat yang dapat mencakup berbagai macam aspek dari belajar. Misalnya, dalam bentuk porto folio. Guru juga mengembangkan asesmen dengan kriteria yang jelas serta terbuka/transparan. Jangan lupa asesmen seperti ini mesti mendorong siswa untuk melakukan refleksi dan evaluasi diri. Sebaiknya, soal-soal tes baik formatif maupun sumatif bukan menggunakan bahasa teks dari buku ajar.

3.     MENINGKATKAN PERAN SERTA ORANG TUA SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPA.
Pembelajaran IPA di sekolah mempunyai cara tersendiri dan berbeda dibandingkan dengan mata pelajaran lain. IPA labih dekat dengan alam dan mempunyai landasan yang erat kaitannya dengan kehidupan keseharian yang memperlukan penemuan dan secara proses terjadinya dapat dilakukan oelh manusia melalui serangkaian uji coba dan penelitian.
Pembelajaran IPA dikatakan ideal manakala dilalkukan tidak hanya di dalam kelas, namun sebaga sumber belajar termasuk lingkungan sekitar seperti halaman, kebun, sawah bahkan tempat rekreasi alami bisa menjadi bahan pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Untuk itu seorang guru perlu memiliki jalinan yang kuat dengan orang tua siswa, hal ini diperluakan mengingat banyak kegiatan diluar yang membutuhakan perhatian dan tentunya menghindari kesalahpahaman orang tua mengenai praktik pembelajaran yang membutuhkan pengawasan ekstra karena dilakukan diluar lingkungan kelas atau sekolah. Misalnya guru bersama siswa mengadakan pengamatan hewan dan tumbuhan di sebuah kebun atau areal sawah, mengingat jumlah siswa banyak maka orang tua yang melihat anaknya bermain di areal sawah menjadi keberatan karena anaknya tidak boleh terkena kotoran dan lainya, lain halnya jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, misalnya siswa digigit lebah, tergores benda tajam, dan terpeleset ke sawah.
Kegiatan semacam ini apabila guru tidak bisa menjalin komunikasi dengan baik terhadap orang tua siswa maka akan menjadi sebuah masalah. Kemudian, beberapa tugas rumah misalkan menanam tumbuhan berbiji, mencangkok dll. Serta kegiatan praktikum dan masing-masing siswa diberikan tugas untuk membawa peralatan atau sesuai dengan perintah guru. Jika hal ini tidak didukung oleh orang tua siswa, maka orang tua akan menanyakan untuk apa dan hal itu dianggap terlalu merepotkan siswa, apalagi ada salah satu dari orang tua siswa yang super sibuk dan kurang sempat menangani hal-hal demikian terhadap anaknya.
Guru IPA yang baik tentunya menghargai adanya orang tua karena fungsi pengawasan dan kontrol sama-sama dilakukan oleh guru dan juga orang tua, sehingga kegaitan pembelajaran IPA dapat berjalan dengan baik.

4.     PENGGUNAAN MEDIA, MODEL SERTA METODE PEMBELAJARAN YANG TEPAT.
a.     Media Pembelajaran
Media pembelajaran secara umum adalah alat bantu proses belajar mengajar. Segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan atau ketrampilan pebelajar  sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar. Batasan ini cukup luas dan mendalam mencakup pengertian sumber, lingkungan, manusia dan metode yang dimanfaatkan untuk tujuan pembelajaran / pelatihan.
Sedangkan menurut Briggs (1977) media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti : buku, film, video dan sebagainya. Kemudian menurut National Education Associaton(1969) mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras.
Ada beberapa jenis media pembelajaran, diantaranya :
1.       Media Visual : Grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik
2.      Media Audial : Radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya
3.      Projected still media : Slide; over head projektor (OHP), in focus dan sejenisnya
4.      Projected motion media : Film, televisi, video (VCD, DVD, VTR), komputer dan sejenisnya.
Model pembelajaran diartikan sebagai prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dapat juga diartikan suatu pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
Jadi, sebenarnya model pembelajaran memiliki arti yang sama dengan pendekatan, strategi atau metode pembelajaran. Saat ini telah banyak dikembangkan berbagai macam model pembelajaran, dari yang sederhana sampai model yang agak kompleks dan rumit karena memerlukan banyak alat bantu dalam penerapannya.
Ciri-ciri Model Pembelajaran
Ada beberapa ciri-ciri model pembelajaran secara khusus diantaranya adalah :
1.       Rasional teoritik yang logis yangdisusun oleh para pencipta atau pengembangnya.
2.      Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar.
3.      Tingkah laku mengajar yang diperlukanagar model tersebut dapat dilaksanakandengan berhasil.
4.      Lingkungan belajar yang duperlukanagar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Sedangkan model pembelajaran menurut Kardi dan Nur ada lima model pemblajaran yang dapat digunakan dalam mengelola pembelajaran, yaitu: pembelajaran langsung; pembelajaran kooperatif; pembelajaran berdasarkan masalah; diskusi; dan learning strategi.
Memilih Model Pembelajaran Yang Baik
Sebagai seorang guru harus mampu memilih model pembelajaran yang tepat bagi peserta didik. Karena itu dalam memilih model pembelajaran, guru harus memperhatikan keadaan atau kondisi siswa, bahan pelajaran serta sumber-sumber belajar yang ada agar penggunaan model pembelajaran dapat diterapkan secara efektif dan menunjang keberhasilan belajar siswa.
Seorang guru diharapkan memiliki motivasi dan semangat pembaharuan dalam proses pembelajaran yang dijalaninya. Menurut Sardiman A. M. (2004 : 165), guru yang kompeten adalah guru yang mampu mengelola program belajar-mengajar. Mengelola di sini memiliki arti yang luas yang menyangkut bagaimana seorang guru mampu menguasai keterampilan dasar mengajar, seperti membuka dan menutup pelajaran, menjelaskan, menvariasi media, bertanya, memberi penguatan, dan sebagainya, juga bagaimana guru menerapkan strategi, teori belajar dan pembelajaran, dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
Pendapat serupa dikemukakan oleh Colin Marsh (1996 : 10) yang menyatakan bahwa guru harus memiliki kompetensi mengajar, memotivasi peserta didik, membuat model instruksional, mengelola kelas, berkomunikasi, merencanakan pembelajaran, dan mengevaluasi. Semua kompetensi tersebut mendukung keberhasilan guru dalam mengajar.
Setiap guru harus memiliki kompetensi adaptif terhadap setiap perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan di bidang pendidikan, baik yang menyangkut perbaikan kualitas pembelajaran maupun segala hal yang berkaitan dengan peningkatan prestasi belajar peserta didiknya.

c.       Macam-macam metode pembelajaran
Proses belajar-mengajar yang baik, hendaknya mempergunakan berbagai jenis metode pembelajaran secara bergantian atau saling bahu membahu satu sama lain. Masing-masing metode ada kelemahan dan kelebihannya. Tugas guru ialah memilih berbagai metode yang tepat untuk menciptakan proses belajar-mengajar. Menurut Djamarah (2002:93-110) macam-macam metode pembelajaran adalah sebagai berikut :
a.     Metode Proyek
Metode proyek adalah cara penyajian pelajaran yang bertitik tolak pada suatu masalah, kemudian dibahas dari berbagai segi pemecahannya secara keseluruhan dan bermakna. Penggunaan metode ini bertitik tolak dari anggapan bahwa pemecahan masalah perlu melibatkan bukan hanya satu mata pelajaran, melainkan hendaknya melibatkan berbagai mata pelajaran yang ada kaitannya dengan pemecahan masalah tersebut.
b.     Metode eksperimen
Metode eksperimen (percobaan) adalah cara penyajian pelajaran, dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Siswa dituntut untuk mengalami sendiri, mencari kebenaran atau mencoba mencari suatu hukum atau dalil dan menarik kesimpulan atau proses yang dialaminya itu.
c.     Metode tugas atau resitasi
Metode resitasi (penugasan) adalah metode penyajian bahan pelajaran dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Metode ini diberikan karena materi pelajaran banyak sementara waktu sedikit. Agar materei pelajaran selesai sesuai dengan waktu yang ditentukan, maka metode inilah yang biasanya digunakan oleh guru. Tugas ini biasanya bisa dilaksanakan di rumah, di sekolah, di perpustakaan,dan di tempat lainnya. Tugas dan resitasi merangsang anak untuk aktif belajar, baik individu maupun kelompok, tugas yang diberikan sangat banyak macamnya tergantung dari tujuan yang hendak dicapai.
d.    Metode diskusi
Metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran, dimana siswa-siswa dihadapkan pada suatu masalah yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan secara bersama. Teknik diskusi adalah salah satu teknik belajar mengajar yang dilakukan oleh seorang guru di sekolah. Dalam diskusi terjadi interaks, tukar menukar pengalaman, informasi, memecahkan masalah dan siswa menjadi aktif.
e.     Metode sosiodrama
Metode sosiodrama dan role playing dapat dikatakan sama dalam pemakaiannya sering disilihgantikan. Sosiodrama pada dasarnya mendramatisasi tingkah laku dalam hubungannya dengan masalah sosial.
f.       Metode demonstrasi
Metode demonstrasi adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan memperagakan atau mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya ataupun tiruan dengan lisan. Dengan metode demonstrasi, proses penerimaan siswa terhadap pelajaran akan berkesan secara mendalam sehingga membentuk pengertian dengan baik dan sempurna.
g.     Metode problem solving
Metode problem solving bukan hanya sekedar metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode berfikir sebab dalam metode problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya yang dimulai dari mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.
h.    Metode karya wisata
Karyawisata dalam arti metode mengajar mempunyai arti tersendiri yang berbeda dalam arti umum. Karyawisata di sini berarti kunjungan ke luar kelas dalam rangka belajar. Teknik karya wiasta adalah teknik mengajar yang dilaksanakan dengan mengajar siswa kesuatu tempat atau objek tertentu diluar sekolah untuk mempelajari atau menyelidiki sesuatu.
i.       Metode tanya jawab
Metode tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru kepada siswa,tetapi dapat pula dari siswa kepada guru. Metode tanya jawab memungkinkan terjadinya komunikasi langsung yang bersifat dua arah sebab pada saat yang sama terjadi dialog antara guru dan siswa.
j.       Metode latihan
Metode latihan maerupakan suatu cara mengajar yang baik untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu. Metode ini dapat juga digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan, ketepatan, kesempatan dan keterampilan.
k.     Metode ceramah
Metode ceramah adalah metode tradisional, karena sejak dulu dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan siswa dalam proses belajar mengajar. Dalam metode ceramah dibutuhkan keaktifan guru dalam kegiatan pengajaran. Metode ini banyak digunakan pada pengajar yang kekurangan fasilitas.
5.     MENGHINDARI MISKONSEPSI DALAM PEMBELAJARAN IPA.
Miskonsepsi dapat membentuk konsep awal, kesalahan hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep, gagasan intuitif atau pandangan yang salah. Guru dalam hal ini perlu sekali memahami secara mendalam begaimana konsep yang diajarkan kepada siswa itu akan diingat terus oleh siswa sampai kapanpun. Hal ini menjadi suatu masalah yang jika dibiarkan akan menjadi salah kaprah yang kesalahan tersebut diyakini sebagai sesuatu yang dianggap benar. Novak dan Gowin (1984) menyatakan bahwa miskonsepsi merupakan suatu interpretasi konsep-konsep dalam suatu pernyataan yang tidak dapat diterima. Miskonsepsi merupakan penjelasan yang salah dan suatu gagasan yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang diterima para ahli. Secara rinci, menurut Isvasta Eka (2013) miskonsepsi dapat merupakan pengertian yang tidak akurat tentang konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah tentang penerapan konsep, pemaknaan konsep yang berbeda dan hubungan kierarkis konsep-konsep yang tidak benar.
Sebagai contoh miskonsepsi sederhana adalah jika kita bertanya kepada seorang anak ketika melihat matahari, mana yang berputar, matahari mengelilingi bumi atau bumi mengelilingi matahari dan anak biasanya menjawab matahari mengelilingi bumi karena jika pagi melihat di timur tapi sore terlihat di barat. Mempelajari IPA adalah mempelajari gejala alam, dan anak sudah punya konsep awal tentang gejala awal yang berkaitan dengan matahari, meskipun dari sudut pandang ilmiah itu keliru, tetapi anak sudah penya konsep awal walaupun miskonsepsi.

B.    MASALAH-MASALAH DALAM PEMBELAJARAN IPA
Mata Pelajaran IPA pembelajarannya memiliki bahasan tersendiri yang ikut andil menjadi sebuah problematika wajah pendidikan kita. Masalah ini seolah membuka tabir sejarah pendidikan yang tak pernah berubah seiring kemajuan dan perubahan kurikulum. Banyak permasalahan pembelajaran IPA yang diangkat ke media, tapi pembelajaran di kelas,  tetap bertahan tanpa adanya inovasi dari guru selaku pelaku pembelajaran yang langsung berhadapan dengan siswa.
Selain itu pemberian materi pembelajaranpun harus diperhatikan dengan baik, sehingga kesalahan/kekurangan  pada anak  terhadap penerimaan konsep. Diperlukan juga untuk memperhatikan aspek psikologi anak yang dimulai dari pembukaan, sampai evaluasi di akhir pembelajaran pertama ini. Pembelajaran bermakna dimana penyampaian materi dengan contoh yang terdekat dengan anak sehingga akan lebih mudah memahami dan dirasakan lebih bernilai, maksudnya lebih bisa berguna bukan hanya sekedar teori tapi  menyenangkan.
Media pembelajaran yang kurang memadai menjadi persoalan lain. Misalkan untuk menjelaskan suatu konsep diluar praktikum dan observasi jika tidak didukung media yang memadai akan mengkaburkan konsep yang disampaikan. Jadi  guru harus kreatif dan inovatif.
Berdasarkan beberapa pengamatan di kelas pada saat pembelajaran IPA, banyak masalah yang muncul yang dialami  guru, diantaranya :
1.       Guru belum memahami konsep materi yang diajarkan.
2.      Guru kesulitan memancing minat belajar siswa
3.      Metode pembelajaran yang dipakai tidak optimal.
4.      Alat peraga tidak sesuai dengan materi yang diajarkan.
5.      Konsep yang disampaikan masih bersifat verbal.
Usaha untuk menumbuhkan motivasi dan prestasi merupakan bagian kegiatan awal pembelajaran. Kegiatan itu perlu dirancang sebaik mungkin guna mengkoordinasikan siswa-siswi untuk “siap” belajar, menerima pelajaran dengan bertanya dan menggali ilmu pengetahuan yang akan dipelajari. Kegiatan yang bisa memberikan motivasi dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode dan pendekatan, misalnya metode ceramah (bercerita), peragaan, demonstrasi, dan sosiodrama dengan bermain peran, serta metode tanya jawab. Pada kegiatan memberikan motivasi, guru hendaknya memberikan pertanyaan awal yang mengarahkan pada materi yang akan dibahas, sehingga muncul berbagai opini anak tentang bebagai macam pelajaran. Hal ini penting sekali bagi siswa untuk menghilangkan pola pembelajaran duduk, dengar, catat dan hapal (DDCH). Pola pembelajaran DDCH punya kelemahan, yaitu :
1.       Kurangnya interaksi guru  dengan siswa sehingga  dapat menurunkan motivasi  belajar
2.      Tidak ada keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.
3.      Siswa kesulitan memahami konsep materi pelajaran.
4.      Ketakutan siswa pada guru 
5.      Konsep yang diserap siswa masuk dalam ingatan jangka pendek 
6.      Prestasi pembelajaran IPA cenderung menurun.
Untuk mengatasi problem diatas, guru dapat mengembangkan pendekatan pembelajaran “PAIKEM” (pembelajaran aktif, inovativ, kreatif, enak, dan menyenangkan.) Pendekatan pembelajaran PAIKEM  memberikan arah baru pada  pembelajaran, yaitu :
1.       Guru dan peserta didik sama-sama aktif dan terjadi interaksi timbal balik antar keduanya.
2.      Guru dan peserta didik dapat mengembangkan kreatifitasnya dalam pembelajaran
3.      Peserta didik  merasa senang dan nyaman dalam pembelajaran
4.      Munculnya pembahasan dalam pembelajaran di kelas.
Pembelajaran yang dilaksanakan jika ingin mencapai “Sukses” sangat bergantung pada beberapa faktor, yaitu : guru, murid, tujuan yang akan dicapai, penggunaan media pembelajaran, metode diterapkan dan sistem evaluasi, pengetahuan yang tepat yang dimiliki siswa mengarahkan perhatiannya pada satu atau dua hal tertentu dari seluruh materi yang sedang dipelajari.


C.    SUMBER

-         Colin Marsh. (1996). Handbook for beginning teachers. Sydney : Addison Wesley Longman Australia Pry Limited.
-         Eka Isvasta, 2013. Miskonsepsi dalam Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Yogyakarta: Deepublish.
-         Sardiman, A. M. (2004). Interaksi dan motivasi belajar-mengajar. Jakarta: Rajawali.



0 comments:

Post a Comment

 
Copyright 2013 Lestary's Note